Oleh : Denny Dermawan
Cimahi.SRIndonesia.Net
Ibarat buah mangga yang masih mentah, agar cepat matang, ya dikarbit. Namun, rasanya pun bakal berbeda dengan buah mangga yang sudah matang di pohon. Analogi itulah kiranya apa itu yang disebut “wartawan karbitan”.
Ironisnya, sebagian perusahaan penerbitan pers yang merekrut wartawannya tanpa seleksi. Cukup bayar oplah koran, misalnya, tanpa melihat latar belakang pendidikan yang bersangkutan.
Mengapa tidak? Kini kian marak oknum yang mengaku-ngaku wartawan. Yang justru merugikan sebagian pemerintah daerah(pemda).Dan tak jarang, mereka pun dari instansi satu ke instansi lainnya, hanya untuk mecari-cari kesalahan narasumber/pejabat.
Bahkan tidak jarang, ada wartawan yang mengintimidasi bak seorang penyidik.
Demikianlah, ibarat air yang mengalir.Maka, bermunculanlah apa yang disebut “wartawan karbitan” alias wartawan asal jadi.
Seiring dengan itu, maka, stigma “wartawan instan” tersebut yang tanpa ditunjang dengan pendidikan/pelatihan jurnalistik, kredibilitasnya patut dipertanyakan. Betapa tidak!. Yang cukup menggelikan lagi sebutan yang dialamatkan kepada oknum wartawan itu beragam.
Ada wartawan CNN alias Can Nulis-Nulis (ngaku wartawan tapi tidak pernah ada tulisannya). Atau, ada lagi istilah “Muntaber”( Muncul Tanpa Berita). Kerap melakukan konfirmasi plus wawancara, tapi beritanya tidak pernah muncul.
Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan bagi para jurnalis yang benar-benar menjalankan tugas dan fungsinya sebagai wartawan yang mengacu kepada Undang-Undang Pokok Pers No 40/1999 plus Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI).
Ulasan ini tidak bermaksud untuk menjustifikasi eksistensi profesi wartawan. Tapi, ini hanya sekedar mengingatkan, agar memilah-milah dan memilih calon wartawan yang benar-benar profesional serta mumpuni di bidang jurnalistik.